Kamis, 01 Maret 2012

Pencak Macan Tradisi Budaya Gresik

PENCAK MACAN HADIR DI PAGELARAN BUDAYA MANTEN ADAT GRESIK
Post : 29 Pebruari 2012 | admin
Macan, moyet, genderuwo serta sasangkala lainnya, menghadang di depan pintu rumah pihak mempelai perempuan, tentunya mempelai laki-laki tidak bisa masuk, akhirnya pihak keluarga mempelai pria melakukan gebyokan daun kelor, untuk mengusir para sasangkolo, akhirnya semua sasangkala semburat melarikan diri dan kedua mempelai bisa duduk bersanding di pelaminan. Demikian prosesi manten adat Gresik dqalam pembukaan acara Pagelaran Budaya Manten Adat Gresik yang diselenggarakan DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) kab Gresik di Wahana Kreasi Tlogodendo tadi siang selasa(28/2/2012)

Bupati Gresik Dr Sambari Halim Radianto menjelaskan, sebagai kota santri, Gresik adalah daerah yang memiliki aneka ragam Budaya, keanekaragaman Budaya Gresik itu, bagaikan butir-butir permata yang terbilai harganya, karena kebudayaan Daerah merupakan identitas dari suatu peradaban, maka selaku warga yang baik, selayaknyalah kita berusaha untuk melestarikan dan menjaga menjaga keluhuran Budaya yang ada, sehingga kedudukan Budaya Daerah, tidak sampai tergeser oleh nilai-nilai Budaya Asing, yang dianggap lebih baik daripada Budaya asli Daerah sendiri. Salah satu cara membesarkan nama Daerah adalah dengan menghargaai sekaligus melestarikan apa yang telah diwariskan oleh para leluhur, khasanah Budaya Gresik merupakan potensi daerah untuk dapat dikenal oleh masyarakat luas.

HARPI sebagai organisasi profesi mempunyai tanggungjawab moral untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai Budaya Bangsa untuk menunjang potensi Pariwisata. Dalam kesempatan ini saya berpesan HARPI dalam merumuskan Budaya Manten adat Gresik agar melibatkan para kyai, tokoh masyarakat, Budayawan sehingga bentuk yang dihasilkan menjadi lebih fapat di terima oleh norma dan ketentuan yang ada di Daerah ini. Harap Bupati. Gresik cultural Wedding 2012 dengan tema Jadikan Adat Budaya pengantin dalam citra dankarakteristik masyarakat Gresik diwarnai lomba rias pengantin Muslim, dan peragaan Busana muslim anak.

Jumat, 01 Januari 2010

Bongko Kopyor Asli Desa Manyar

BONGKO KOPYOR JAJANAN ASLI DESA MANYAR, HIDANGAN SPECIAL BUKA PUASA KHAS GRESIK

Bongko kopyor Manyar, merupakan satu diantara puluhan hidangan khas buka puasa, warga Gresik, Jawa Timur. Hidangan buka puasa, warisan nenek moyang ini, tidak hanya membuat perut menjadi kenyang, tetapi juga berkhasiat memulihkan stamina tubuh, setelah seharian menahan diri dari lapar dan dahaga.

Setiap menjelang datangnya bedug Magrib, ratusan warga memadati pasar kaget, di komplek perumahan Gresik Kota Baru bahkan di sudut-sudut kota Gresik, Jawa Timur, sekedar untuk membeli hidangan spesial buka puasa, yakni bongko kopyor yang hanya ada di bulan Ramadhan.

Bongko Kopyor, merupakan salah satu hidangan khas buka puasa, yang disuka warga Gresik. selain lezat, hidangan terbungkus daun pisang ini, dipercaya berkhasiat memulihkan stamina tubuh, setelah seharian menahan diri dari lapar dan dahaga.

Yu Timah, penghobi santapan bongko kopyor, mengatakan, menyukai Bongko Kopyor, karena rasanya manis, legit, dan segar, sehingga tepat disantap saat buka puasa. sehingga belum lengkap rasanya, jika buka puasa tanpa menikmati kesegaran menu yang telah ada sejak ratusan tahun silan tersebut.

“....tidak lengkap bika puasa, tenpa hidangan bongko kopyor....” kata Yu Timah.

Wak Atun, Pembuat Bongko Kopyor asal Desa Manyar Sidomukti, Kecamatan Manyar, Gresik, mengatakan, bongko kopyor, kepanjangan dari bubur nangka dan kelapa kopyor ini, menggunakan bahan baku tepung terigu, buah kelapa, pisang, nangka, santan kelapa, dan roti tawar.

Berbeda dengan hidangan lain, karena Bongko Kopyor, hanya tersedia saat bulan suci Ramadhan. karena itu, setiap bulan Ramadhan, sebagian besar warga membuat Bongko Kopyor, atau membeli dari pasar kaget, yang ahanya tersedia di bulan suci Ramadhan.

“...makananan ini merupakan warisan nenek moyang, yang hanya dibuat pada bulan suci ramadhan....” kata Wak Atun.

Bongko Kopyor, hingga kini, masih menjadi menu spesial buka puasa, terutama, mereka yang tinggil di pesisir pantai. sedangkan, harga jual bongko kopyor bervariatif, mulai dari Rp 3,000, hingga Rp 5.000, bergantung ukuran kemasannya.

“.. Kenalan saya yang bernama Pak panji yang berasal dari Pacitan sering berkunjung ke desa Manyar pada bulan Ramadhan hanya untuk Bongko kopyor..” Kata penulis.



Haul Bungah

Haul Akbar Bungah

GRESIK : Di jaman moderen saat ini bukan berarti kita melupakan tradisi yang diberikan neneng moyang kita karena apa yang diwariskan beliau-beliau kepada kita bukan isapan jempol belaka atau tanpa tujuan, sebab pendahulu kita pasti punya alasan yang kuat ketika mereka memberi kita warisan leluhur yang harus kita lestarikan setiap tahunnya.

     Ini di buktikan oleh Kec. Bunga Kab. Gresik yang setip tahunnya mengadakan Haul Bungah yang pada tahun ini jatuh pada hari Kamis (21/05/2009), dalam kegiatan tersebut kita bukan hanya mengenang pendahulu-pendahulu kita yang telah menegakkan sariat Islam dengan baik tetapi lebih kepada jalannya suatu silaturahim antar sesama karena mau tidak mau ketika kita menghadiri sebuah haul kita akan bertemu banyak orang dan disitu akan terjadi komunikasi satu sama lain.

     Selain itu dengan banyaknya orang yang berkumpul pada suatu tempak itu akan memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar yang berusaha memanfaatkan situasi yang ada untuk mencari rezeki dengan berjualan berbagaimacam aneka makanan atau biasa kita sebut dengan pasar dadakan. Kita berharap tradisi ini akan terus dilestarikan secara turun-temurun oleh warga masyarakat Kec. Bunga Kab. Gresik sehingga dapat menjadi kebudayaan yang dapat menjadi infestasi yang tinggi bagi daerah tersebut

Rebo Wekasan

Rebo wekasan Tradisi akhir Shafar

Sudah menjadi tradisi di kalangan sebagian umat Islam terutama di masayarakat Islam Jawa merayakan Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan (Yogyakarta) atau Rebo Kasan (Sunda Banten) dengan berbagai cara. Ada yang merayakan dengan cara bersa-besaran, ada yang merayakan secara sederhana dengan membuat makanan yang kemudian dibagikan kepada orang-orang yang hadir, namun diawali dengan tahmid, takbir, zikir dan tahlil serta diakhir dengan do’a.

Ada juga yang merayakan dengan melakukan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala, baik dilakukan sendiri-sendiri maupun secara berjamaah. Bahkan ada yang cukup merayakannya dengan jalan-jalan ke pantai untuk mandi dimaksudkan untuk menyucikan diri dari segala kesalahan dan dosa.

Waktu saya masih kecil sekitar tahun 1987 an suka ikut-ikutan merayakan Rebo Wekasan yang dilakukan oleh para orang tua, yaitu dengan cara riungan pagi hari Rabu Wekasan sekitar jam 06.00 di masjid dengan membawa jamuan ketupat dan temannya ada ayam sayur, ayam goreng, ayam bakar dan lain-lain. Riuangan dipimpim oleh imam masjid dan diiringi dengan tahlil dan tahmid serta diakhir dengan do’a tolak bala. Dan setelah itu, jamuan tersebut dibagikan kepada peserta riungan untuk dimakan secara bersama-sama. Namun saat ini, kegiatan tersebut sudah tidak dilakukan lagi, akibat dari pergeseran nilai-nilai sosial di kalangan masyarakat setempat.

Apa yang dimaksud dengan “Rebo Wekasan” ?

Rebo Wekasan adalah hari Rabu yang terakhir pada bulan Shafar. Dari beberapa cara merayakan Rebo Wekasan ada yang mengganjal dalam pikiran penulis yaitu dengan cara melalukan shalat Rebo wekasan yang dikerjakan pada hari Rabu pagi akhir bulan Shafar setelah shalat Isyraq, kira-kira mulai masuk waktu Dhuha. Pada dasarnya Shalat Rebo Wekasan tidak ditemukan temukan adanya Hadits yang menerangkan shalat Rebo Wekasan.

Dalam Islam berbagai shalat baik wajib maupun sunnah telah disebutkan dalam Hadits Nabi saw secara lengkap yang termuat dalam berbagai kitab Hadits, namun shalat Rebo Wekasan tidak ditemukan. Shalat wajib atau shalat sunnah merupakan ibadah yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, baik tata cara mengerjakannya maupun waktunya. Tidak dibenarkan membuat atau menambah shalat baik wajib maupun sunnah dari yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ibadah hanya dapat dilakukan sesuai dengan yang diperintahkan, jika tidak, maka sia-sia belaka.

Ada sebuah buku berjudul “Kanzun Najah” karangan Syekh Abdul Hamid Kudus yang pernah mengajar di Makkatul Mukaramah. Dalam buku tersebut diterangkan bahwa telah berkata sebagian ulama ‘arifin dari ahli mukasyafah (sebutan ulama sufi tingkat tinggi), bahwa setiap hari Rabu di akhir bulan Shafar diturunkan ke bumi sebanyak 360.000 malapetaka dan 20.000 macam bencana. Bagi orang yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala pada hari tersebut sebanyak 4 raka’at satu kali salam atau 2 kali salam dan pada setiap raka’at setelah membaca surat Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al Kautsar 17 kali, surat Al Ikhlas 5 kali, surat Al Falaq 2 kali dan surat An Nas 1 kali. Setelah selesai shalat dilanjutkan membaca do’a tolak bala, maka orang tersebut terbebas dari semua malapetaka dan bencana yang sangat dahsyat tersebut.

Atas dasar keterangan tersebut, maka shalat Rebo Wekasan tidak bersumber dari Hadits Nabi saw dan hanya bersumber pada pendapat ahli mukasyafah ulama sufi. Oleh sebab itu, mayoritas ulama mengatakan shalat Rebo Wekasan tidak dianjurkan dengan alasan tidak ada Hadits yang menerangkannya. Ada pula ulama yang membolehkan melakukan shalat Rebo Wekasan, dengan dalih melakukan shalat tersebut termasuk melakukan keutamaan amal (Fadhailul ‘amal).

Namun sikap yang baik terhadap shalat Rebo Wekasan adalah kembali kepada aturan bahwa semua ibadah didasarkan atas perintah. Sesuai dengan penjelasan yang telah diuraikan di atas, tidak ditemukan dasar perintah atau keterangan yang menjelaskan tentang shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala, maka shalat Rebo Wekasan tidak perlu dilakukan. Bukankah semua shalat yang kita kerjakan baik wajib maupun sunnah dapat menolak bala? 

Wisata Goa Gelang Agung

Goa Gelang Agung

Goa Gelang Agung terletak di Desa Melirang Kec. Bungah dan jarak antara Desa dari Jl. Raya Bungah – Dukun berjarak +/- 600 m. Goa ini mempunyai mulut yang sangat lebar dan tinggi dengan bagian dalam yang melingkar seperti gelang dan dapat menembus di beberapa tempat yang lain, karena itu goa ini dinamakan dengan nama Gelang Agung.

Goa ini mempunyai panjang kira-kira 4 km dan mempunyai pemandangan seperti pada goa yang lain yang terdiri dari stalaktit dan stalakmit juga dengan batuan kapur yang masih muda. Biasanya tempat ini digunakan untuk tempat penggemlengan para pendekar-pendekar silat yang akan naik tingkat.

Wisata Goa Gelang Agung

Goa Gelang Agung

Goa Gelang Agung terletak di Desa Melirang Kec. Bungah dan jarak antara Desa dari Jl. Raya Bungah – Dukun berjarak +/- 600 m. Goa ini mempunyai mulut yang sangat lebar dan tinggi dengan bagian dalam yang melingkar seperti gelang dan dapat menembus di beberapa tempat yang lain, karena itu goa ini dinamakan dengan nama Gelang Agung.

Goa ini mempunyai panjang kira-kira 4 km dan mempunyai pemandangan seperti pada goa yang lain yang terdiri dari stalaktit dan stalakmit juga dengan batuan kapur yang masih muda. Biasanya tempat ini digunakan untuk tempat penggemlengan para pendekar-pendekar silat yang akan naik tingkat.

Kolak Ayam Gumeno

Tradisi Ramadhan Pesta Kolak Ayam Masjid Gumeno Gresik

PENYEBARAN agama Islam sejak puluhan abad silam  ke negeri kita tidak melulu membawa kepercayaan, ritual dan amalan keagamaan, melainkan pula memberi jiwa, corak dan warna pada kebudayaan bangsa kita. Tatkala Islam berkembang di tanah air, ia sedari awal tidak serta merta secara apriori menolak kebudayaan lokal masyarakat yang telah berkembang sebelumnya. Karenanya kehidupan umat Islam dimanapun senantiasa mengandung aspek globalitas dan aspek lokalitas sekaligus.

Apabila kita cermati, para penyebar agama Islam di negeri ini dalam rentang sejarah perkembangannya memiliki kearifan luar biasa. Mereka mempunyai kesadaran budaya yang sangat tinggi. Budaya dan adat istiadat masyarakat setempat yang mereka temui tidak begitu saja ditentang dan dibuang. Bahkan mereka mampu mendorong terjadinya akulturasi budaya yang melahirkan kebudayaan rakyat (Indonesia) bernafaskan Islam yang khas. Kekhasan itu akan nampak pada keragaman ekspresi budaya dalam bentuk tradisi-tradisi masyarakat yang telah berurat-berakar sejak dulu kala dan lestari hingga kini.

Salah satu contohnya yakni tradisi pesta kolak ayam di Masjid Gumeno yang terletak di Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik Jawa Timur. Penggambaran mengenai tradisi ini saya kutip dan ringkas kembali dari Buku Grissee Tempo Doeloe, Penerbit Pemda Kabupaten Gresik Tahun 2004. Selamat membaca.

Acara Pesta Kolak Ayam di Masjid Goemeno Gresik bernuansa religi diadakan pada setiap tanggal 23 Ramadhan (bulan puasa) atau “malem patlikur” (malam tanggal dua puluh empat). Dan telah berlangsung ratusan tahun lamanya semenjak peristiwa pertama pada 1451 Masehi. Pada tanggal tersebut masyarakat Desa Gumeno memiliki tradisi memasak kolak ayam atau orang sana menyebut “sanggring”.

Tradisi ini bermula tatkala seorang penyebar agama Islam, Sunan Dalem namanya, datang ke Desa Gumeno dengan niat dakwah. Ia merintis pendirian sebuah masjid pada 1451 Masehi di desa tersebut. Masjid itu sekarang dikenal dengan nama Masjid Jami’ Sunan Dalem.

Sehabis bekerja keras mendirikan masjid dan mempersiapkan perkampungan baru di desa tersebut, tiba-tiba Sunan Dalem jatuh sakit. Ia memerintahkan warga yang baru pindah dan menjadi santrinya untuk mencarikan obat. Namun setelah berbagai usaha telah dilakukan, sakitnya tak kunjung sembuh. Akhirnya, melalui “sesuatu yang gaib” Sunan Dalem menerima ilham agar sakitnya bisa sembuh.

Pada moementum yang tepat,  Sunan Dalem dengan arif dan bijaksana akhirnya memerintahkan warga berkumpul di masjid dengan membawa ayam jago. Lantas dititahkan untuk menyembelih semua ayam jago yang telah terkumpul.

Kepada beberapa lelaki diperintahkan pula mempersiapkan bumbu-bumbu untuk diracik menjadi resep masakan oleh Sunan Dalem. Bumbu racikan ini antara lain daun bawang merah yang diiris kecil-kecil, gula jawa, jinten dan santan kelapa.  Kepada warga Sunan Dalem mengumumkan kalau dirinya tengah membuat resep masakan Sanggring, yang tak lain adalah Kolak Ayam.

Ayam yang telah dipotong dan telah disiangi, hanya diambil dagingnya saja, “disuwir-suwir” seperti orang “nyuwiri” daging ayam untuk soto. Selanjutnya daging ayam dan resep masakan diolah memakai kuali dari tanah liat dan bahan pembakaran dari kayu bakar. Tradisinya hingga sekarang ini,  hanya kaum lelaki saja dalam mempersiapkan dan mengolah kolak ayam.

Sambil menunggu sanggring atau kolak ayam matang, Sunan Dalem memerintahkan warga pulang ke rumah. Karena waktu itu bulan puasa maka kepada warga diperintahkan kembali ke masjid menjelang sore hari pada saat berbuka puasa dengan membawa nasi dan ketan.

Benar juga, senja hari itu tepat tanggal 23 Ramadhan, Sunan Dalem bersama-sama warga Gumeno berbuka puasa di masjid dengan menu spesial yakni sanggring atau kolak ayam. Jadi kalau sekarang ada acara buka bersama, bisa jadi mengikuti jejak yang pernah dilakukan Sunan Dalem dengan warga Gumeno.

Setelah berbuka puasa bersama dengan menu kolak ayam Sunan Dalem lantas mengumumkan kalau dirinya sembuh dari sakitnya. Namun demikian Sunan Dalem tetap mengatakan kalau kesembuhannya tak lain berkat hidayah dan inayah Allah SWT.

Sebagai ungkapan rasa syukur Sunan Dalem berwasiat kepada warga Desa Gumeno agar setiap tanggal 23 Ramadhan, yang biasanya disebut “malem patlikur”, agar ditradisikan membuat kolak ayam tersebut. Dengan demikian semenjak peristiwa pertama tahun 1451 Masehi itu hingga kini tradisi kolak ayam selalu diperingati warga Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.