Wisata Religi ke Makam Kanjeng Sepuh Sedayu
Kota Gresik yang terletak di sebelah Barat Laut Kota Surabaya berjarak sekitar 18 km, merupakan kota industri terbesar Jawa Timur, Indonesia. Selain pabrik Semen Gresik yang cukup terkenal di seluruh Indonesia, juga terdapat Petro Kimia, BUMN produsen pupuk nasional, Maspion, Behaestex, produsen sarung dengan merk-merk ternama, serta Wings Corporation yang memproduksi Mie Sedaap di Gresik.
Selain mempunyai julukan sebagai Kota Industri, Gresik juga menjadi salah satu kota tujuan wisata religi. Di kota ini terdapat Makam Sunan Maulana Malik Ibrahim yang merupakan salah satu dari 9 wali, penyebar agama Islam pertama di Jawa Timur, dan dimakamkan di Kampung Gapura Gersik.
Sekitar 2 km di sebelah selatan kota, tepatnya di Bukit Giri juga dapat ditemui Makam Sunan Giri, yang juga merupakan salah satu dari 9 wali penyebar agama Islam di pulau Jawa. Upacara peringatan wafatnya Sunan Giri (Haul Sunan Giri) juga dijadwalkan dalam kalender wisata Jawa Timur. Ada juga makam Mbah Sindujoyo dan makam pejuang Usman dan Sadar di sebelah selatan pasar Gresik tepatnya di daerah karangturi.
Selain itu juga terdapat Makam Panjang Leran (Kubur Panjang) yang merupakan Makam Siti Fatimah binti Maimun. Terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar dengan jarak sekitar 8 km dari Kota Gersik. Obyek-obyek wisata lainnya, meliputi Makam Gapura Kanjeng Tumenggung Pusponegoro di Desa Gapuro, Makam Nyi Ageng Pinatih di Desa Kebongson.
Berjarak sekitar 20 km di sebelah utara Kota Gresik dapat dijumpai Makam Pentung, Makam Sayyid Iskandar, dan Makam Joko Klontang, di Desa Kisik Bungah. Sekitar 4 km sebelah utara Bungah terdapat Komplek Kanjeng Sepuh. Tepatnya di Desa Kauman Sedayu. Di komplek inilah Makam Kanjeng Sepuh alias Kyai Panembahan Haryo Soeryo Diningrat, Adipati ke-8 Kadipaten Sedayu dapat diziarahi.
Selain meninggalkan Masjid, Kanjeng Sepuh juga meninggalkan situs penting lainnya yang berupa Telaga Rambit dan Sumur Dhahar. Masing-masing bertempat di Desa Purwodadi dan Golokan. Menurut cerita masyarakat Sedayu, keunikan dari keduanya adalah, pemanfaatannya sebagai air minum dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Sedayu, namun sumber mata airnya tidak pernah mengering dan habis walaupun pada musim kemarau.
Setiap hari Jum’at Pahing, makam Kanjeng Sepuh juga selalu ramai diziarahi oleh para peziarah yang datang dari luar daerah. Pada hari inilah puncak keramaian Kota Sedayu. Tradisi ini banyak mempengaruhi mobilisasi ekonomi masyarakat Sedayu. Selain membludaknya pengunjung Pasar Pahing, magnet ini juga mampu menciptakan Pasar Tiban (istilah untuk memahami datangnya para pedagang keliling/tidak tetap dan secara tiba-tiba). Diakhiri dengan Shalat Jum’at di Masjid Besar Kanjeng Sepuh Sedayu, aktifitas di sore hari akan terasa lebih lengang.
Ba’da Shalat Jum’at, anda juga bisa menikmati lezatnya makanan khas Jawa Timur, mulai dari Sego Rawon, Sego Bebek, Sego Krawu, Soto Lamongan dan Sate Madura, dengan minuman Es Legen, Es Dawet, dll. Untuk dapat menikmati semua wisata kuliner tersebut, anda tinggal keluar menuju Pertokoan Kanjeng Sepuh yang terletak berderet di sepanjang Gapura Selamat Datang sampai pintu masuk Komplek Kanjeng Sepuh.
Setelah menikmati santapan makan siang, anda dapat menetukan pilihan perjalanan. Ke arah Kota Tuban, berarti akan melewati Goa Surowiti dan Goa Angin-Angin yang terletak di Kecamatan Paceng menuju ke Lamongan dan bertemu dengan taman Wisata Bahari Lamongan (d/h Tanjung Kodok), Gua Maharani dan Makan Sunan Derajat. Sementara ke arah Kota Surabaya anda akan memasuki Kawasan Industri di pusat Kota Gresik.
Tepat di perlintasan Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban inilah Kota Sedayu yang mempunyai julukan Kota Pondokan Cilik (istilah untuk menyebut pesantren anak-anak) dengan berbagai keunikannya dapat dikunjungi.
Sekilas tentang Kanjeng Sepuh Sedayu
Bupati Kanjeng Sepuh Sedayu Dikenal Antidiskriminasi
Kecamatan Sidayu adalah salah satu di antara 18 kecamatan di Kabupaten Gresik saat ini. Namun, kecamatan tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah kebesaran sebagai bekas sebuah Kadipaten.
Jejak sejarah Kabupaten Gresik tertapak jelas di bekas Kadipaten Sedayu yang kini menjadi Kecamatan Sidayu. Berbagai peninggalan masih membekas sebagai ikon sebuah kadipaten di zaman penjajahan Belanda. Ada pintu gerbang dan pendapa keraton. Ada pula masjid dan alun-alun, telaga dan sumur sebagai sumber air Sedayu. Bangunan tersebut termasuk sebuah situs yang kini seperti onggokan bangunan tidak bermakna.
Diperkirakan, situs itu berusia satu abad. Situs tersebut dibangun menjelang perpindahan Kadipaten Sedayu ke wilayah Kadipaten Jombang oleh penjajah Belanda pada sekitar 1910. Sejak berdiri pada 1675, Kadipaten Sedayu dipimpin oleh sedikitnya sepuluh adipati. Adipati yang paling dikenal adalah Kanjeng Sepuh Sedayu.
Meski hanya sebuah kecamatan, Sidayu memiliki alun-alun yang cukup luas dan bangunan-bangunan tua yang cukup megah. Itu merupakan pertanda bahwa Kota Sedayu, atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kecamatan Sidayu, dulu merupakan kota tua yang pernah jaya.
Sebelum akhirnya menjadi bagian yang terintegrasi dengan Kabupaten Gresik, Sedayu merupakan wilayah kadipaten tersendiri pada masa pemerintahan Mataram. Istimewanya, Kadipaten Sedayu saat itu mempunyai koneksitas kewilayahan secara langsung di bawah kekuasaan Raja Mataram Prabu Amangkurat I dengan adipati pertama bernama Raden Kromo Widjodjo.
Namun, sejarah Kadipaten Sedayu mencatat nama harum adipati ke-8, yaitu Kanjeng Sepuh Sedayu. Kanjeng Sepuh dianggap sebagai aulia dan pemimpin besar Kadipaten Sedayu yang layak mendapatkan penghormatan.
Kiprahnya yang kritis terhadap kekuasaan dan kooptasi Belanda atau kerajaan lain waktu itu dikenang cukup positif. Di mata warga Sedayu maupun keturunannya, hingga kini nama Kanjeng Sepuh tetap harum sebagai pemimpin yang berpihak kepada rakyat selama memerintah Sedayu pada 1816-1855.
Untuk memperingati kebesaran Kanjeng Sepuh Sedayu sebagai adipati maupun ulama, masyarakat setempat setiap tahun mengadakan haul dan istighotsah akbar di Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu. Acara berlangsung meriah. Sehingga prosesi itu menjadi tradisi masyarakat untuk mengenang jasa adipati yang bergelar lengkap Kyai Panembahan Haryo Soeryo Diningrat, yang wafat pada 1856.
Catatan (alm) K. Ridwad Ahmad dari Djawatan Penerangan RI Kecamatan Sidayu tanggal 25 Februari 1957 menyebut, Kanjeng Sepuh Sedayu adalah seorang ahli strategi. Banyak jasa Kanjeng Sepuh untuk menenteramkan rakyatnya sekaligus melindungi mereka dari berbagai teror selama masa penjajahan Belanda, (Gus Amrullah, tokoh muda Sedayu yang masih keturunan ke-5 Kanjeng Sepuh).
Keberanian Kanjeng Sepuh menentang kebijakan Belanda tentang pajak juga menjadi catatan. Adipati dengan berani mengusulkan memberi nama sebuah pasar di Surabaya dengan nama Kabean (Pabean), yang berarti untuk semua, dalam sebuah rapat dengan pemerintah Belanda waktu itu. Maksudnya, beliau menolak diskriminasi dan kenaikan pajak yang dikehendaki Belanda. Sebab, waktu itu Belanda punya iktikad untuk membeda-bedakan pedagang dengan maksud menaikkan pajak. Pasar tersebut saat ini dikenal dengan nama Pasar Pabean.
Beliau juga dekat dengan rakyat. Diam-diam, di malam hari, beliau berkeliling ke seluruh wilayah kadipaten, yang meliputi Sedayu, Lamongan, Babat, hingga Jombang, untuk melihat keseharian dan problem masyarakatnya. Itu seperti yang dilakukan Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab. (Gus Amrullah dan H. A. Khoiruzzaman/Ketua Remaja Masjid Kanjeng Sepuh Sedayu).
Berbagai peninggalan sejarah Sedayu telah mendapatkan perhatian Dinas Purbakala Trowulan. Namun, yang terawat baru kompleks masjid dan makam. Sisa bangunan lain berupa situs. Status pertanahan sisa-sisa sejarah itu kini belum tersentuh. Salah satunya, reruntuhan asli bekas bangunan masjid di Desa Mriyunan, Sumur Dhahar di Desa Golokan, dan Telaga Rambit di Desa Purwodadi yang nampak tidak terawat.
Puing reruntuhan bangunan masjid tersebut kini terletak di dalam kompleks SMPN Negeri I Sidayu. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sama sekali tidak tampak ada upaya pemeliharaan dari Pemkab Gresik. Sekadar identitas bangunan bersejarah pun tidak ada. Bahkan, sebagian bekas puing bisa ditemukan di kandang ayam.
Belum lagi kondisi Sumur Dhahar yang kini menjadi tempat pembuangan sampah. Tidak terdapat museum atau bau harum ketika kita berkunjung ke sana, namun bukitan sampah yang kotor dan berbau menyengat.
Tetapi terlepas dari semua itu, Kota Sedayu yang kini menghadapi perkembangan modernitas masyarakat, ia bisa tetap eksis sebagai salah satu kecamatan yang cukup berkembang di wilayah Gresik utara. Bukanlah sesuatu yang istimewa, jika Sedayu saat ini bisa menjadi pusat peradaban masyarakat pesisir yang begitu berkembang, baik di wilayah Gresik (Sedayu dan sekitarnya; Bungah, Dukun, Ujung Pangkah, dan Panceng), maupun wilayah Lamongan (Paciran, Brondong, Solokuro, Babat). Karena Sedayu sudah pernah mengalami masa kejayaan di masa lalu.
Dengan bukti adanya ratusan Pondokan Cilik (pesantren anak-anak) yang tersebar di seantero Kota Sedayu, kota ini juga mampu mempertahankan sebutan kota santri yang telah melekat dan menjadi ikon Kabupaten Gresik. Karena secara kultural, kehidupan masyarakat Sedayu adalah kehidupan yang sangat islami, baik dalam bidang sosial-masyarakat, politik, hukum, dan ekonomi.